Kapan Harga Emas Stabil atau Turun

Selain permintaan dan penawaran, hal yang memengaruhi fluk­tuasi harga emas adalah tingkat inflasi dan nilai tukar. Ketika inflasi dan nilai tukar stabil, maka harga emas cenderung stabil juga-atau bahkan turun secara bertahap. Tapi, sangat jarang sekali harga emas turun secara tajam.

Bagi masyarakat, emas tak hanya bisa dijadikan perhiasan tapi merupakan instrumen investasi jangka panjang. Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik.

Namun demikian, bukannya emas tak pernah mengalami penu­runan harga. Pergerakan naik atau turunnya harga emas senantiasa terjadi. Justru pergerakan ini harus kita pahami dengan baik, sehing ga kita mampu mengenali polanya. Kalau kita tahu persis polanya,
kita pasti bisa memutuskan untuk membeli atau menjual pada saat yang tepat.

Harga emas akan stagnan atau bahkan menurun apabila:

a. Inflasi Rendah dan Terkendali

Jika inflasi di negara maju relatif terkendali, harga emas cende­rung stabil atau turun. Begitu juga jika inflasi di negeri ini cukup rendah, maka harga emas di pasar domestik akan stabil, atau bahkan turun perlahan-lahan. Banyak investor akan menjual emas dan meng­gelontorkan duitnya ke bursa saham atau properti.
Saat inflasi terkendali dan harga emas stabil, emas secara glo­bal kehilangan arti sebagai treasury. Fungsinya hanya tinggal sebagai jewelry alias perhiasan. Mereka yang membeli emas adalah yang benar-benar memerlukan manfaat kongkretnya sebagai perhiasan.

b. Bursa Saham Mengalami Kenaikan yang Kontinu

Bursa saham adalah jenis investasi yang menarik perhatian ba­nyak investor. Selain bersifat likuid, juga kemungkinan memperoleh untung besar dalam waktu singkat. Tapi, risikonya juga tinggi. Pada saat bursa saham mengalami booming, indeks saham me­ningkat terus secara kontinu maka banyak investor yang menjual emas untuk membeli saham. Pengalihan alokasi investasi ini membuat harga emas tertekan. Permintaan di bursa saham membuat harga saham-saham terus meroket.

c. Iklim Politik Stabil

Stabilitas politik global maupun domestik biasanya membuat investor lebih “percaya diri” untuk bermain pada bidang-bidang investasi yang lebih berisiko. Termasuk saham dan transaksi futures. Emas menjadi inferior yang tidak menjadi pilihan banyak investor. Karena itu, harganya cenderung merosot.

d. Kurs Dolar AS Stabil atau Cenderung Melemah

Ketika ekonomi dan politik stabil, perdagangan internasional lancar-lancar saja, cadangan devisa aman, dan inflasi terkendali­biasanya dolar AS stabil. Bahkan cenderung melemah, mengikuti keseimbangan neraca pembayaran internasional. Jika ini terjadi, harga emas akan stabil. Kadang-kadang sedikit naik, kadang-kadang sedikit turun. Dalam satu tahun, kenaikan harga emas tidak melebihi kenaikan indeks saham.

e. Harga Minyak Stabil atau Turun

Begitu pula jika harga minyak stabil atau bahkan turun. Ini ber­arti perekonomian internasional tidak dibayang-bayangi inflasi. Ekonomi domestik juga relatif aman dari ancaman inflasi, sehingga harga-harga stabil. Pada saat-saat seperti ini, uang kertas memain­kan fungsinya secara sempurna sebagai alat pembayaran dan store of value. Harga emas cenderung stabil. Kalau harga minyak turun, harga emas akan mengikutinya, walaupun tidak secara seketika.

f. Harga Komoditas Stabil atau Turun

Stabilnya harga komoditas dunia berarti inflasi terkendali. Jika semuanya baik-baik saja, dalam arti tidak ada gejolak politik atau makroekonomi, maka harga emas akan cenderung stabil. Investor akan menjual emasnya dan memindahkan uangnya ke bursa saham atau properti.

g. Aksi “Profit Taking”Para Spekulan

Biasanya, pada saat harga emas dianggap terlalu tinggi, banyak investor yang menjual emasnya. Bila banyak investor yang melaku­kannya, maka harga emas akan cenderung menurun.

Istilahnya, mereka melakukan aksi ambil untung (profit taking). Mereka yang melakukan aksi ini biasanya para spekulan yang me­nyimpan emas dalam jangka pendek, dan langsung menjualnya ketika harganya sudah naik dan ia mengantungi keuntungan.

h. Bank Sentral Memutuskan Menjual Cadangan Emasnya

CBGA (Central Bank Gold Agreement) adalah perjanjian yang bertujuan untuk mengendalikan, bukan me(arang penjualan emas oleh bank-bank sentral. Karena itu, pada saat tertentu bank-bank sentral mungkin saja akan menjual cadangan emasnya. Jika ini ter­jadi, tentu saja memberi pengaruh bagi harga emas. Besar kecilnya pengaruh tersebut ditentukan oleh besar kecilnya cadangan emas yang dilepas ke pasar bebas. Makin besar volumenya, makin besar pengaruhnya untuk menurunkan harga emas.

i. Siklus Permintaan Emas Menurun di Pasar Lokal

Ketika banyak orang menjual emasnya, ada kemungkinan harga mengalami penurunan. Ini mencerminkan keseimbangan penawaran dan permintaan dalam taraf lokal. Menjelang tahun ajaran baru atau usai Lebaran, banyak masyarakat menjual simpanan emasnya. Maklum, mereka memerlukan dana pendidikan yang jumlahnya tak sedi­kit. Usai Lebaran, banyak masyarakat yang memerlukan dana setelah uang mereka habis untuk keperluan Lebaran. Mereka menjual atau menggadaikan emasnya sambil menunggu gajian berikutnya.

Semua itu terjadi secara siklikal dan terus-menerus dari tahun ke tahun. Mungkin terjadinya hanya 1-2 bulan. Tetapi harga emas pada periode tersebut akan terkoreksi, wataupun dalam kisaran yang sempit. Tergantung pada berapa banyak emas yang dijuat oleh ma­syarakat.

Kapan Harga Emas Naik

Tahun 1992, harga jual rata-rata emas 24 karat (logam mulia) di Indonesia mencapai Rp 23.050 per gram. Setahun kemudian harga­nya naik menjadi Rp 24.900. Tahun 1994 sampai 1996, harga emas 24 karat meningkat lagi berturut-turut menjadi Rp 26.875; Rp 27.850; dan Rp 29.850. Kemudian sampai pertengahan Agustus 1997, harga rata-rata logam mulia sedikit menurun menjadi Rp 27.100. Itulah hari-hari terakhir ketika harga emas masih murah.

Mulai akhir 1997, harga emas melonjak lagi tak terkendali. Awal 1998 perhiasan emas sudah dijual seharga Rp 75.000-an per gram. Pertengahan 1998, harganya sudah bertengger di posisi sangat tinggi, sekitar Rp 140.000 per gram. Tahun 2008, harganya mencapai Rp 250 ribu per gram.

Dari data di atas, tampak bahwa pada saat-saat tertentu saja emas mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi. Selebihnya, per­gerakan harga terjadi secara normal. Pola seperti itu juga terjadi di pasar dunia. Pada tahun 1980, harga emas mencapai titik tertinggi US$ 850 per troy ounce. Tetapi baru pada bulan Maret 2008, harga emas menembus di atas US$ 1.000 per troy ounce.

Harga emas akan melonjak naik apabila:

a. Inflasi Lebih Tinggi Daripada yang Diperkirakan Semula

Harga emas mencerminkan ekspektasi (harapan) terhadap ting­kat inflasi. Emas dicari pada saat-saat tidak menentu, yakni ketika uang kertas perlahan-lahan mulai kehilangan nilainya. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tetapi tidak mengurangi harga emas.

Biasanya, setiap negara akan mengumumkan prediksinya terha­dap inflasi. Pemerintah Indonesia menentukan asumsi inflasi dalam RAPBN pada titik tertentu, misalnya 6 persen. Tapi di tengah jalan, situasinya bisa berbeda. Kalau diprediksi bahwa inflasi akan melonjak jauh lebih tinggi, misalnya 12 persen, maka harga emas akan meroket.

b. Terjadinya Kepanikan Finansial

Telah dikisahkan pada bagian sebelumnya, Depresi Besar yang melanda Amerika Serikat dekade 1930-an membuat uang kertas tak berharga, dan emas meningkat nilainya. Depresi Besar di AS itu di­awali dengan kepanikan finansial di Wall Street.

Pada saat kita mengalami krisis yang hebat tahun 1998 pun harga emas meningkat dengan tajam. Tahun 2008 giliran Amerika Serikat yang terlanda krisis finansial. Krisis ini menimbulkan kepa nikan di seluruh dunia. Hampir semua negara mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dunia seolah berada di tepi jurang resesi.

Akibatnya, harga emas melonjak naik. Situasi yang sama terjadi pada tahun 1980-an, ketika terjadi krisis energi karena tingginya harga minyak. Ujung-ujungnya, harga emas pun mengalami kenaikan signifikan.

Setiap lima tahun, biasanya terjadi kepanikan finansial berskala kecil hingga menengah. Dan setiap sepuluh tahun, terjadi financial crash yang berskala cukup besar dan berdampak lebih menyeluruh terhadap perekonomian global.

c. Perkembangan Geopolitik yang Mengarah ke Krisis

Perkembangan politik juga turut menentukan harga emas. Ke­tika politik kacau-balau, terjadilah kepanikan di bursa saham. Ketika terjadi serangan di WTC New York, bursa-bursa saham di seluruh dunia mengalami kerontokan. Terjadilah kepanikan finansial. Saat itulah terjadi tonjakan harga emas.

Perang Irak-Iran tahun 1980-an membuat harga minyak melon­jak. Dampaknya, terjadi inflasi global dan harga emas pun menjulang tinggi. Ketidakstabilan kawasan Timur Tengah merupakan “kartu liar” (wild card) yang membuat harga minyak dan emas bisa naik sewaktu­waktu.

Lokasi produksi minyak mentah dunia terletak di kawasan ter­tentu yang biasanya rawan konflik politik. Itulah sebabnya, ketika terjadi krisis politik di Timur Tengah misalnya, harga minyak akan meroket, dunia dibayang-bayangi inflasi, dan harga emas pun merangkak naik.

d. Kurs Dolar AS Menguat Cukup Tajam

Naiknya kurs dolar AS membuat harga emas terkerek naik. Itu karena standar harga emas yang langsung dikaitkan dengan dolar AS. Mengamati naik-turunnya kurs dolarAS terhadap rupiah sangat­lah penting bagi investor di Indonesia yang menyimpan emas.

Fundamental ekonomi Indonesia memang cukup baik. Tetapi kurs dolarAS terhadap rupiah seringkali tidak mencerminkan funda­mental itu. Pasalnya, banyak “uang panas” milik investor asing yang dibenamkan di bursa saham kita. Kalau terjadi penarikan investasi besar-besaran maka keseimbangan kurs pasti akan terganggu.

e. Harga Minyak Mengalami Kenaikan Signifikan

Ketika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifi­kan, pasti inflasi global akan meroket. Harga emas pun melonjak tinggi di pasaran dunia. Begitu harga emas di pasar dunia naik, harga di pasar domestik juga ikut naik.

Ketika pemerintah menaikkan harga BBM, maka seluruh negeri berada di bawah ancaman inflasi tinggi. Sebab, BBM adalah kompo­nen utama bagi aktivitas produksi dan distribusi. Saat BBM dinaikkan, ada kemungkinan cukup besar bahwa harga emas akan mengalami kenaikan. Kadangkala efeknya tidak terjadi seketika, tapi kenaikan harga emas pasti akan terjadi mengikuti inflasi.

f. Harga Komoditas Melonjak

Selain kenaikan harga minyak mentah dunia, naiknya harga ko­moditas juga mendorong naiknya harga emas. Komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), baja, dan sumber energi seperti gas dan batubara dinilai sebagai pendorong inflasi global. Kenaikan harga komoditas-komoditas itu juga akan menekan pertumbuhan ekonomi, sehingga harga emas pun meroket.

g. Meningkatnya Ekspektasi dan Spekulasi Investor Dunia

Seperti halnya perdagangan saham, emas juga memiliki sentra­sentra perdagangan di seluruh dunia. Para trader di pasar-pasar emas itulah yang berperan membentuk harga emas. Harga emas di sentra-sentra perdagangan itu (misalnya Pasar London, New York, Hongkong dan Zurich) menjadi acuan alias benchmark bagi perge­rakan harga emas di seluruh dunia. Harga yang terbentuk di sana akan menjadi patokan bagi para pedagang emas di seluruh penjuru dunia.

Kadang-kadang, dari pusat perdagangan emas itu muncul aksi spekulasi. Kalau ini terjadi, harga bukan lagi akibat dari penawaran­permintaan. Melainkan terbentuk dari ekspektasi dan spekulasi. Yang terjadi di awal tahun 2008, ketika harga emas meroket ke titik tertinggi, tidak lepas dari faktor spekulasi. Menurut Kepata Riset Recapital Securities Poltak Holtradero, “Harga emas naik karena fak­tor spekulasi. Buktinya, India sebagai konsumen emas terbesar di dunia sekarang sudah mengurangi konsumsinya, tapi harga emas tetap tinggi.” (Tabloid Kontan, Edisi Minggu II Maret 2008, hlm. 1 2).

Memang ada unsur spekulasi, tetapi pada umumnya investor tetap lebih nyaman menyimpan emas daripada saham dan surat­surat berharga. Itu karena ada kesepakatan yang mengikat beberapa bank sentral dunia untuk tidak sembarangan menjual emas. Kesepakatan itu diwadahi dalam CBGA (Central Bank Gold Agree­ment) untuk menjaga agar jangan sampai harga emas turun drastis. Pada prinsipnya, perjanjian ini mirip dengan pembagian kuota di antara negara-negara eksportir minyak (OPEC), agar pasar tidak ke­banjiran suplai sehingga harganya jatuh.

h. Naiknya Permintaan Emas untuk Cadangan Devisa

Biasanya kalau kurs valuta asing mengalami gonjang-ganjing, bank-bank sentral memperkuat cadangan emasnya. Kalau bank-bank sentral menambah persediaan emasnya maka keseimbangan harga akan berubah. Apalagi jika yang bermain adalah negara-negara de­ngan cadangan devisa yang besar.

Cina misalnya, dikenal sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia. Ini tidak lepas dari banjirnya ekspor produk Cina di seluruh muka bumi. Kabarnya, Cina akan mengubah sebagian ca dangan devisanya dari denominasi dolarAS ke euro dan emas. Tentu saja, kabar seperti ini akan mendongkrak harga emas, karena ber­potensi mengubah keseimbangan demand dan supply.

i. Naiknya Konsumsi Emas Dunia

Selain bank sentral, masyarakat konsumen emas juga memiliki permintaan agregat dalam jumlah yang tak bisa diremehkan. Naiknya konsumsi emas di pasar dunia membuat harga emas nyaris tak mung kin turun. Cina dan India merupakan dua negara yang memiliki per­mintaan besar terhadap emas mengingat jumlah penduduknya yang sangat besar dan cenderung menyukai logam mulia sebagai jenis investasi mereka.

Naiknya permintaan emas itu tidak diimbangi dengan kenaikan pasokan emas dunia, sehingga harga cenderung terus naik. Martin Marenbeeld, analis emas dari M. Murenbeeld £t Association Inc, Van couver, seperti dikutip London Bullion Market Association (LBMA) dalam situsnya pernah mengatakan bahwa produksi tambang-tam­bang emas baru belum juga bisa menggantikan pasokan emas dari tambang-tambang tua yang sudah tutup (Mohamad Ihsan Palaloi dkk: 2006, hlm 197).

j. Naiknya Permintaan Emas di Pasar Lokal

Kebanyakan masyarakat Indonesia yang menyimpan emas, ha­nya merasa cukup memerhatikan apa yang terjadi di pasar lokal. Fenomena-fenomena yang terjadi di pasar lokal memang sangat me mengaruhi harga emas, khususnya yang berbentuk perhiasan. Se­dangkan fenomena yang terjadi dalam taraf global, cukup berpe­ngaruh terhadap emas lantakan/batangan atau koin emas.

Dengan memerhatikan toko-toko emas di sekitar kita, dapat dicatat pola-pola atau siklus-siklus di mana orang menjuat atau membeli emas. Menjelang musim haji, banyak orang menjual sim panan emasnya. Menjelang Lebaran, banyak orang membeli emas. Kita dapat menyaksikan orang-orang berkerumun antre untuk mem­beli emas di toko-toko emas. Saat itulah harga emas mengalami kenaikan.

Keuntungan Menyimpan Emas

Untuk konteks Indonesia, menyimpan emas bisa memberikan berbagai keuntungan, di antaranya:

1. Investasi yang Stabil dan Terus Meningkat Nilainya

Karena inflasi yang tidak terkendali, tabungan dan deposito tidak memberi imbal hasil Hit positif. Sedangkan fluktuasi harga emas cenderung mengikuti kecenderungan kenaikan harga-harga. Dewasa ini, lonjakan harga minyak membuat harga emas melambung. Padahal, di masa mendatang diperkirakan harga minyak akan tetap tinggi, walaupun tetap ada fluktuasi jangka pendek. Sebab, sumber-sumber minyak kian terbatas, sedangkan bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar fosit belum siap diproduksi secara massal.

2. Mengamankan Nilai Kekayaan dari Gerogotan Inflasi

Bila inflasi tinggi, harga emas akan naik lebih tinggi daripada inflasi. Semakin tinggi inflasi, semakin tinggi kenaikan harga emas. Statistik menunjukkan bahwa bila inflasi mencapai 10 persen, harga emas naik sekurangnya 13 persen. Bila inflasi 20 persen, harga emas naik 30 persen.

Bagaimana jika terjadi hiper-inflasi? Justru harga emas akan melompat lebih tinggi. Jika inflasi menembus angka 100 persen,
harga emas akan naik 200 persen. Saat itu, masyarakat akan panik dan memburu emas. Semua orang akan kehilangan kepercayaan ter­hadap uang kertas, dan memilih menyimpan emas.

3. Perlindungan Nilai Aset dari Gejolak Nilai Tukar Rupiah

Jika kurs dolar AS naik, harga emas juga naik. Kenaikan kurs dolar AS terhadap rupiah terjadi secara sistematis dan berkesinam­bungan. Para ekonom bilang, fundamental ekonomi kita masih kuat. Tetapi gejotak nilai tukar seringkali tak terkait dengan masalah fun­damentat. Gejolak krisis lebih disebabkan oleh kepanikan dan ter­kikisnya kepercayaan.

Lagipula, fakta historis menunjukkan rupiah melemah secara kontinu dalam jangka panjang terhadap mata uang standar inter­nasional-antara lain dotar dan euro. Harga emas dipatok dalam USD sehingga ketika dolar menguat maka pemilik emas akan menikmati dua keuntungan. Pertama dari efek penguatan dolar. Kedua, dari kenaikan harga emas itu sendiri.

Bila dibandingkan dengan berinvestasi langsung di mata uang dotar, menyimpan emas lebih simpel dan menguntungkan. Banyak bank dan money changer yang rewel. Terhadap lembaran dolar kelu aran lama, atau yang sedikit kusut atau terlipat, mereka akan mem­belinya lebih murah dari standar. Menyimpan dolar juga berisiko mendapat uang palsu.

4. Sarana Praktis dan Efektif untuk Menabung dengan Tujuan Tertentu, Misalnya Naik Haji dan Biaya Pendidikan Anak

Kalangan ibu rumah tangga sudah menjadikan emas sebagai tabungan sejak lama. Beberapa di antaranya bahkan langsung mem­beli perhiasan emas begitu memiliki kelebihan dana. Seorang ibu rumah tangga mengatakan ia lebih memilih menyimpan emas batang­an daripada menempatkan duitnya dalam deposito. Alasan dia, emas batangan tak mengalami penurunan harga. “Saya memilih emas ba­tangan untuk tabungan daripada deposito. Emas lebih menguntung­kan daripada deposito,” ucapnya (Kompas, 30 Juli 2006, hlm. 28). Dia punya rencana menggunakan emas tabungan sebagai biaya pen­didikan anak-anaknya kelak.

Sebetulnya tradisi menyimpan emas untuk keperluan tertentu telah dilakukan masyarakat kita secara turun-temurun. Misalnya, menyimpan emas sebagai persiapan ongkos naik haji (ONH). Me nyimpan emas untuk membiayai pernikahan anak. Menyimpan emas untuk cadangan biaya kuliah anak. Menyimpan emas sebagai dana darurat. Dan seterusnya.

Karena harga emas berkembang menurut kenaikan inflasi glo­bal dan harga minyak, maka emas aman dipakai sebagai sarana mena­bung untuk keperluan ONH. Karena harga emas mengilap saat inflasi tinggi, maka emas aman dipakai untuk membiayai kepertuan jangka panjang seperti biaya pernikahan atau kuliah.

Yang menarik, orang-orang desa banyak yang telah melakukan­nya. Mereka tidak paham soal harga minyak dunia, laju inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, atau krisis subprime mortgage. Yang mereka tahu, harga emas naik dari tahun ke tahun-seperti harga tanah. Jadi, masyarakat pedesaan sudah memiliki kebijaksa­naan tersendiri dalam menginvestasikan kekayaannya, serta mampu melindungi nilai kekayaannya dengan cara yang sederhana.

Masyarakat yang menyimpan emas untuk keperluan tertentu, pada prinsipnya sama saja dengan menabung. Tapi mereka lebih cerdik dibandingkan orang-orang kota yang menabung di bank. Bunga bank tak pernah lebih tinggi dari inflasi. Sedangkan kenaikan harga emas mampu mengalahkan laju inflasi.

5. Sebagai Cadangan untuk Keperluan Darurat

Datam kehidupan ada hari-hari baik, dan ada hari-hari buruk. Pada saat memerlukan dana darurat, memiliki emas sungguh berguna. Jika kita menyimpan kekayaan hanya pada properti, jelas akan sulit mendapat dana cepat. Kalaupun bisa cepat, harganya pasti jatuh. Begitu juga bila kita menjual kendaraan. Kalau si pembeli paham bahwa kita butuh uang, mereka akan menawar semaunya. Berbeda jika kita menjual emas, baik berbentuk batangan atau perhiasan. Kita bisa menjualnya cepat dengan harga yang tetap bagus.

Seorang ibu rumah tangga di Jakarta senang membeli emas sejak tahun 1970-an. Dia mengaku untung saat menjuat perhiasan emas yang dibelinya dulu seharga beberapa puluh ribu rupiah satu gram, dan kini berharga lebih dari Rp 100.000 per gram. Saat suami­nya harus dirawat di rumah sakit, tabungan emasnya “berjasa”. Dalam waktu singkat, dia bisa menutup biaya rumah sakit dengan menjual emas simpanannya (Kompas, 30 Juli 2006, him. 28).

Memang, sekarang masyarakat sudah bisa menikmati jasa asu­ransi. Begitu sakit, tinggal masuk rumah sakit rekanan perusahaan asuransi. Segalanya diurus pihak asuransi. Tapi, keperluan darurat bukan hanya biaya pengobatan. Banyak kebutuhan darurat lain yang tidak bisa dilindungi oleh asuransi-misalnya jika ada kerabat dekat yang sakit dan memerlukan pertotongan, atau keperluan mendadak karena biaya pendidikan yang membengkak.

6. Emas Gampang Dijual dan Mudah Digadaikan

Emas adalah logam berharga yang gampang sekali diuangkan (sangat likuid). Hampir-hampir setara dengan uang tunai. Bahkan lebih likuid dibandingkan obligasi, atau saham-yang kadangkala kesulitan mencari pembeli. Emas tidak pernah kekurangan permin­taan (demand). Ketika memerlukan sejumlah dana, kita akan lebih gampang menjual emas dengan nilai lebih tinggi dari pada menjual aset-aset lain.

Sebagai komoditas yang diperdagangkan setiap hari, emas gam­pang dijual. Banyak toko emas dan perhiasan yang bersedia membeli­nya secara tunai. Memang, kadang-kadang kita sayang melepas emas simpanan kita, walaupun sedang butuh uang. Kalau tidak ingin men­jual, pegadaian siap menerima emas kita. Kebutuhan uang terpe­nuhi, emas tidak perlu dilepas.

Untuk memperlancar proses transaksi, tampaknya pertu memi­liki langganan toko emas. Pilihlah toko emas yang tidak sembarangan, dan mau mengeluarkan sertifikat emas. Ini penting untuk menjamin kualitas emas tersebut. Lebih penting lagi, toko emas itu juga ber­sedia membeli kembali emas kita dengan harga pasar yang berlaku.

7. Bisa Dimiliki dengan Jumlah Dana Terbatas

Sebagai penakluk inflasi, emas hampir mirip properti. Harga emas maupun harga tanah akan naik melebihi angka inflasi. Tapi, modal untuk membeli emas jelas tak semahal modal beli tanah. De wasa ini, membeli tanah kavling 100-an meter saja diperlukan dana puluhan hingga ratusan juta rupiah. Sedangkan membeli emas hanya perlu modal awal ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Karena itu, emas cocok dijadikan sarana menyisihkan penghasilan sedikit demi sedikit.

Pengalaman Ibu Eva bisa dijadikan contoh. Suaminya bekerja sebagai makelar, sehingga penghasilannya tidak menentu. Sebagai pengelola keuangan rumah tangga, ia selalu menyisihkan sebagian penghasitan tersebut untuk dibelikan emas. la membeli perhiasan yang harganya sesuai dengan jumlah uang yang hendak disisihkan. Itu dia lakukan secara rutin, sehingga tabungan emasnya makin lama makin banyak.

Ibu Eva bisa saja menabung di bank, atau menyimpan uang tunai di rumah. Tapi menyimpan uang tunai ada bahayanya. Secara psikologis, kita merasa punya uang. Sehingga kadang-kadang sulit menahan godaan untuk membeli sesuatu. Kalau uang disimpan di bank, sama saja. Kita merasa punya uang, hingga sebentar-sebentar menggesek kartu ATM. Tapi, bita uang sudah dijadikan emas, kita tidak bisa seenaknya berbelanja.

Seseorang dengan penghasilan Rp 1 juta dan bisa menyisihkan Rp 250 ribu per bulan pun bisa mengoleksi emas secara bertahap. Mungkin dia bisa membeli emas perhiasan seberat 5 gram setiap beberapa bulan sekali. Dalam jangka panjang, simpanan itu akan berlipat ganda nilainya.

8. Memberikan Prestise bagi Pemiliknya

Cara mengonsumsi perhiasan emas adalah memakainya. Me­ngonsumsi emas tidak membuat harganya turun atau utilitasnya terkikis. Emas adalah salah satu aset yang nilainya tidak berkurang kendati dipakai setiap hari. Berbeda dengan kendaraan yang penyu­sutannya besar, yang nilainya semakin turun dari waktu ke waktu.

Memakai perhiasan emas justru memberi keuntungan khusus. Sejak lama emas menjadi simbol status sosial dan ekonomi. Ada prestise tersendiri bagi mereka yang memilikinya. Asal saja memakai­nya tidak terlalu berlebihan, sehingga mengundang bahaya. Selain dianggap suka pamer, pemakaian perhiasan emas yang bertebihan bisa mengundang tindak kejahatan.

Hedging Alias Melindungi Kekayaan

Perusahaan-perusahaan besar memiliki cara melindungi aset dengan hedging. Misalnya saja, mereka punya utang dalam bentuk valuta asing yang jatuh tempo lima tahun yang akan datang. Mereka akan meneken kontrak pembelian valuta asing pada nilai yang disepa­kati, dengan tanggal realisasi sesuai jatuh tempo utang.

Tentu saja ada biaya. Tapi bagi perusahaan-perusahaan besar, biaya itu tidak menjadi masalah. Lebih baik membayar biaya yang besarnya bisa dipastikan (predictable), daripada menanggung risiko yang tidak terbatas. Lebih baik membayar biaya untuk memperoleh nilai kurs yang affordable, daripada menghadapi risiko membengkak­nya utang berlipat ganda akibat gejolak nilai tukar.

Bagi masyarakat kecil, sulit untuk melakukan hedging seperti hatnya pengusaha besar. Selain akses yang terbatas, hedging seperti itu terlatu rumit. Lagipula, aset yang dimiliki tidak selalu terkait dengan nilai dolar. Karena itu, hedging yang bisa dilakukan adalah menabung dalam bentuk emas.

Emas adalah pelindung terhadap nilai dan kekayaan (protec­torof value andwealth). Semakin tinggi inflasi, biasanya akan sema­kin baik kenaikan harga emas. Semakin orang-orang panik mengha dapi ketidakpastian ekonomi, semakin harga emas semakin melam­bung.

Tetapi, patut dicatat bahwa harga emas akan cenderung kon­stan bila laju inflasi rendah. Harga emas bahkan cenderung sedikit menurun apabila laju inflasi di bawah dua digit, dan kurs dolar stabil. Jadi, emas hanya akan bagus bila terjadi inflasi moderat (dua digit), dan akan lebih bagus lagi bila terjadi inflasi hiper (tiga digit).

Karena itu, emas sangat cocok dipakai sebagai pelindung nilai kekayaan. Emas nilainya cenderung stabil dan dianggap tidak punya efek inflasi (zero inflation effect). Kalangan konsultan investasi menyebut emas sebagai save heaven. Aset yang aman dan stabil, hingga menyerupai “keamanan surgawi”.

Pakar investasi dan keuangan, Roy Sembel, berpendapat bahwa emas memang sangat menarik sebagai sarana lindung nilai atau hedq­ing jangka pendek (Tabloid Kontan, Edisi Minggu II Maret 2008, hlm. 12). Menurut Roy, untuk jangka sekitar lima tahun, kinerja emas masih lebih menarik ketimbang obligasi. “Namun, emas masih kalah jauh jika dibanding dengan saham,” kata Roy Sembel. Menurut hi­tungan Roy, dalam waktu lima tahun keuntungan di saham bisa 5-7 kali lipat. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama, keuntungan menyimpan emas mungkin hanya 2-3 kali lipat.

Mengikuti pendapat Roy Sembel di atas, disimpulkan bahwa investasi saham memberi hasil lebih bagus dalam jangka lima tahun. Tapi perlu diingat bahwa investasi saham memerlukan keterampilan khusus untuk menilai fundamental dan pertumbuhan jangka panjang perusahaan yang sahamnya kita beli. Salah pilih saham, modal bisa menjadi not. Selain itu, investasi saham memerlukan perhatian khusus, yang kadangkala melebihi merawat bayi. Sebaliknya, me­nyimpan emas tidak memerlukan keterampitan apa-apa. Hanya bu­tuh sedikit biaya untuk menyewa safe deposit box.

Emas memang bisa digunakan untuk meminimalkan risiko ter­kikisnya kekayaan-seperti yang terjadi di bursa saham manakala indeks harga saham anjlok. Namun dianjurkan agar menyimpan emas di tempat yang betul-betul aman, misalnya di safety deposit box di bank-bank. Sebaiknya kita tidak mengambil risiko untuk menyimpan­nya di rumah, karena misi perlindungan nilai kekayaan akan menjadi sia-sia. Berbagai peristiwa yang tak diduga dan tak diinginkan bisa membuat emas kita lenyap dalam sekejap. Misalkan saja emas itu dicuri, maka nilai investasi kita menjadi nol besar.